Bahasa Terjemahan

Kamis, 01 April 2010

Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia

Oleh : W.S. Rendra

Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.

O, jaman edan !
O, malam kelam pikiran insan !
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.

O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja !
Dari sejak jaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.

O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
Berhentilah mencari ratu adil !
Ratu adil itu tidak ada. Ratu adil itu tipu daya !
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.

Bau anyir darah yag kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata :
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa,
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya.

Wahai, penguasa dunia yang fana !
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta !
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati ?
Apakah masih akan menipu diri sendiri ?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran gelap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan !

Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.

Catatan :
Sajak ini dibuat di Jakarta pada 17 Mei 1998 dan dibacakan Rendra di DPR

Rabu, 31 Maret 2010

Puisi-Puisi WS Rendra (Mahasiswa dan Pendidikan Karakter) Sajak Pertemuan Mahasiswa

Oleh : W.S. Rendra

Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.

Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini memeriksa keadaan.

Kita bertanya :
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga.
Orang berkata “ Kami ada maksud baik “
Dan kita bertanya : “ Maksud baik untuk siapa ?”

WS Rendra Muda

Ya ! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya :
“Maksud baik saudara untuk siapa ?
Saudara berdiri di pihak yang mana ?”

Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.

Tentu kita bertanya : “Lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”

Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
Kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?

Sebentar lagi matahari akan tenggelam.
Malam akan tiba. Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.

Dan esok hari matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra.

Di bawah matahari ini kita bertanya :
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana !

Jakarta 1 Desember 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi

Sajak ini dipersembahkan kepada para mahasiswa Universitas Indonesia di Jakarta, dan dibacakan di dalam salah satu adegan film “Yang Muda Yang Bercinta”, yang disutradarai oleh Sumandjaja.

Sajak sebatang Lisong-WS Rendra

Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
…………………..
Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
…………………..
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.

19 Agustus 1977
ITB Bandung
Potret Pembangunan dalam Puisi

(Sajak ini dipersembahkan kepada para mahasiswa Institut Teknologi Bandung, dan dibacakan di dalam salah satu adegan film “Yang Muda Yang Bercinta”, yang disutradarai oleh Sumandjaya).

Sajak Gadis Dan Majikan – WS Rendra

Janganlah tuan seenaknya memelukku.
Ke mana arahnya, sudah cukup aku tahu.
Aku bukan ahli ilmu menduga,
tetapi jelas sudah kutahu
pelukan ini apa artinya…..
Siallah pendidikan yang aku terima.
Diajar aku berhitung, mengetik, bahasa asing,
kerapian, dan tatacara,
Tetapi lupa diajarkan :
bila dipeluk majikan dari belakang,
lalu sikapku bagaimana !

Janganlah tuan seenaknya memelukku.
Sedangkan pacarku tak berani selangsung itu.
Apakah tujuan tuan, sudah cukup aku tahu,
Ketika tuan siku teteku,
sudah kutahu apa artinya……

Mereka ajarkan aku membenci dosa
tetapi lupa mereka ajarkan
bagaimana mencari kerja.
Mereka ajarkan aku gaya hidup
yang peralatannya tidak berasal dari lingkungan.
Diajarkan aku membutuhkan
peralatan yang dihasilkan majikan,
dan dikuasai para majikan.
Alat-alat rias, mesin pendingin,
vitamin sintetis, tonikum,
segala macam soda, dan ijazah sekolah.
Pendidikan membuatku terikat
pada pasar mereka, pada modal mereka.

Dan kini, setelah aku dewasa.
Kemana lagi aku ‘kan lari,
bila tidak ke dunia majikan ?

Jangnlah tuan seenaknya memelukku.
Aku bukan cendekiawan
tetapi aku cukup tahu
semua kerja di mejaku
akan ke sana arahnya.
Jangan tuan, jangan !
Jangan seenaknya memelukku.
Ah, Wah .
Uang yang tuan selipkan ke behaku
adalah ijazah pendidikanku
Ah, Ya.
Begitulah.
Dengan yakin tuan memelukku.
Perut tuan yang buncit
menekan perutku.
Mulut tuan yang buruk
mencium mulutku.
Sebagai suatu kewajaran
semuanya tuan lakukan.
Seluruh anggota masyarakat membantu tuan.
Mereka pegang kedua kakiku.
Mereka tarik pahaku mengangkang.
Sementara tuan naik ke atas tubuhku.

PUISI DOA ORANG LAPAR – RENDRA

Kelaparan adalah burung gagak
yang licik dan hitam
jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam

Allah !
burung gagak menakutkan
dan kelaparan adalah burung gagak
selalu menakutkan
kelaparan adalah pemberontakan
adalah penggerak gaib
dari pisau-pisau pembunuhan
yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin

Kelaparan adalah batu-batu karang
di bawah wajah laut yang tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan kehormatan

Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
melihat bagaimana tangannya sendiri
meletakkan kehormatannya di tanah
karena kelaparan
kelaparan adalah iblis
kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran

Allah !
kelaparan adalah tangan-tangan hitam
yang memasukkan segenggam tawas
ke dalam perut para miskin

Allah !
kami berlutut
mata kami adalah mata Mu
ini juga mulut Mu
ini juga hati Mu
dan ini juga perut Mu
perut Mu lapar, ya Allah
perut Mu menggenggam tawas
dan pecahan-pecahan gelas kaca

Allah !
betapa indahnya sepiring nasi panas
semangkuk sop dan segelas kopi hitam

Allah !
kelaparan adalah burung gagak
jutaan burung gagak
bagai awan yang hitam
menghalang pandangku
ke sorga Mu

WS Rendra

Sajak Kupanggil Namamu – WS Rendra

Kupanggil Namamu
WS Rendra

Sambil menyeberangi sepi,
Kupanggili namamu, wanitaku
Apakah kau tak mendengar?

Malam yang berkeluh kesah
Memeluk jiwaku yang payah
Yang resah
Karena memberontak terhadap rumah
Memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala

Sia-sia kucari pancaran matamu
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu yang kini sudah kulupa
Sia-sia
Tak ada yang bisa kucamkan
Sempurnalah kesepianku

Angin pemberontakan menyerang langit dan bumi
Dan duabelas ekor serigala
Muncul dari masa silamku
Merobek-robek hatiku yang celaka

Berulangkali kupanggil namamu
Dimanakah engkau wanitaku?
Apakah engkau sudah menjadi masa silamku?

WS Rendra

Selasa, 23 Maret 2010

Lelaki Pendongeng dan Gadis Senja Rabu, 17 Maret 2010 | 22:55 WIB

shutterstock
ilustrasi

Cerpen: Adi Toha

Bertahun-tahun ia telah berjalan dari kota ke kota, singgah di banyak tempat, bertemu dengan bermacam orang, namun tak pernah sekalipun terbersit keinginan untuk tinggal di salah satunya dan hidup bersama orang-orang baik hati yang ia temui. Namun pada suatu senja yang remang, ketika ia tengah berdiri sejenak di bawah lampu jalan yang mulai menyala dan matanya tak sengaja menangkap sosok seorang gadis yang tengah menikmati sisa cahaya lembayung dari jendela kamarnya, mendadak ia merasa bahwa perjalanannya telah sampai di kota terakhir tempat ia akan menghabiskan sisa hidupnya.

Orang-orang mengenalnya sebagai lelaki pendongeng. Ia sering terlihat di depan sebuah sekolah dasar atau taman kanak-kanak, di tengah kerumunan bocah-bocah yang dengan khidmat mendengarkan dongeng-dongengnya. Di waktu lain, ia terlihat di depan barisan bocah-bocah yang mengikuti langkahnya seperti tikus-tikus kota Hamelin mengikuti sang peniup seruling. Dengan sabar mereka menunggu lelaki pendongeng itu berhenti dan duduk istirahat, karena di saat itulah ia akan menceritakan satu dua dongeng kepada bocah-bocah itu.

Di kota-kota tempat singgahnya, ia hidup dari pemberian para orang tua yang mengantar anak-anak mereka ke sekolah. Selesai mendongeng, orang tua bocah-bocah itu meletakkan sekeping dua keping uang receh di topi jeraminya. Kadang, mereka juga ikut mendengarkan dongeng lelaki itu, duduk menemani anak-anak mereka. Dalam hati mungkin mereka berterima kasih atau mungkin iri, mereka tidak pernah mendongeng kepada anak-anak mereka.

Tidak diketahui dengan pasti siapakah sebenarnya lelaki pendongeng itu, siapakah keluarganya, dari kota mana ia memulai perjalanannya. Sosoknya tak begitu jauh dengan lelaki kebanyakan, di tengah puncak masa mudanya. Menurut mereka yang sempat berbicara dengannya, lelaki itu terlihat tak lebih tua dari usia tiga puluhan. Hanya saja, pakaian pejalannya lah yang membuat lelaki itu terlihat lebih tua dari usia sebenarnya. Bahkan, dari penampilannya, ia terlihat seperti sosok dari masa lalu yang tersesat di masa kini.

Entah berapa kota yang pernah ia singgahi, ia sendiri tidak bisa mengingatnya dengan pasti. Berapa sekolah yang pernah ia kunjungi, ia tidak bisa menghitungnya. Kabar tentang lelaki pendongeng yang berjalan dari kota ke kota menyebar dengan cepat dari satu kota ke kota lain, terutama di kalangan anak-anak. Anak-anak akan dengan sabar menunggu kedatangan lelaki pendongeng di kota mereka. Jika mereka mendengar selentingan kabar bahwa lelaki pendongeng tengah singgah di kota tetangga mereka, maka keesokan harinya, seusai pulang sekolah, mereka akan menunggu di batas kota, berharap menjadi yang pertama yang mendengarkan dongeng lelaki itu di antara anak-anak lain di kota. Saat dari kejauhan terlihat sosok lelaki itu, mereka akan bersorak, saling bergenggaman tangan dan berjingkrak gembira.

Pengaruh lelaki pendongeng dan dongeng-dongengnya bagi anak-anak tidak jarang membuat khawatir para orang tua. Anak-anak lebih mempercayai apa kata dongeng lelaki itu daripada perkataan orang tua mereka. Mereka percaya tentang peri-peri, tentang malaikat, tentang semua benda yang hidup dan bernyawa, tentang sebuah dunia yang hanya dihuni oleh anak-anak dan orang-orang baik, sebuah dunia tanpa peperangan dan kejahatan, dunia di mana cinta dan kebaikan selalu menang, dunia tanpa kebohongan dan kesombongan. “Dengarkan kata hatimu, ikuti mimpimu dan menarilah bersama jiwa buana.” Kalimat itulah yang selalu diingat oleh anak-anak, yang tidak jarang membuat para orang tua kerepotan dalam mengikuti keinginan anak-anaknya.

Khawatir dengan pengaruh lelaki pendongeng kepada anak-anak mereka, di sebuah kota para orang tua berjaga-jaga di perbatasan, dan bersiap menolak kedatangan lelaki itu. Tidak ingin membuat keributan, lelaki pendongeng memilih untuk berbelok dan menuju ke kota lain. Tak ingin dikenali oleh orang-orang, ia mengganti pakaian perjalanannya dengan pakaian sewajarnya penduduk kota dan mulai mencukur rapi rambutnya yang telah dibiarkannya memanjang. Di kota itu sosoknya terlihat lebih seperti seorang pelajar daripada pengelana.

Pada suatu senja di kota itulah ketika ia tengah berhenti sejenak di bawah tiang lampu kota, tanpa sengaja ia memandang sosok seorang gadis yang tengah menikmati sisa lembayung senja dari jendela kamarnya di lantai dua rumah di depan tempatnya berdiri. Matahari perlahan tenggelam jauh di belakang punggungnya. Gadis itu membalas tatapannya dan tersenyum. Ada sesuatu yang merekah di kedalaman hatinya, fajar telah terbit di langit malam jiwanya. “Gadis senja,” bisiknya. Ia berdiri mematung sampai malam menjelang dan gadis itu hilang dari pandangan.

***

Rumah tempat tinggal Allea hanya beberapa ratus meter dari garis pantai. Tidak heran jika aroma asin laut sudah tercium dari sana. Di hari biasa, Allea seringkali duduk menyendiri di tepi pantai, menyaksikan detik-detik bibir piringan jingga matahari mencium bibir laut. Ia tidak menghiraukan para lelaki pengunjung pantai yang menggodanya dengan tatapan dan siulan. Beberapa memberanikan diri mengajaknya berbincang-bincang, namun ia hanya menanggapinya sewajarnya. Ia lebih senang berbicara dengan para nelayan dan istri-istri mereka.

Senja itu ia tidak pergi ke pantai. Tubuhnya dilanda demam beberapa hari sebelumnya, setelah ia bermimpi melihat piringan jingga matahari tidak tenggelam di saat senja. Alih-alih tenggelam, matahari hanya diam satu jengkal dari garis cakrawala dan kota menjadi kota senja. Ia membuka jendela kamarnya melihat garis-garis cahaya senja kerlap-kerlip di antara celah dedaunan yang tertiup angin laut. Ia menghirup nafas panjang dan membayangkan matahari perlahan tenggelam di garis pandangnya. Saat ia menurunkan pandangannya, ia melihat seorang lelaki berdiri di bawah tiang lampu tengah memandanginya. Allea tersenyum membalas pandangan lelaki itu.

Peristiwanya terjadi beberapa hari kemudian. Setelah merasa cukup sehat, Allea kembali mengunjungi pantai dan menghabiskan senja duduk di tepian pasirnya. Pantai itu bukan pantai wisata, sehingga tidak banyak orang yang berada di sana, hanya sekumpulan nelayan yang tengah mempersiapkan kapal untuk perjalanan melaut pada malam harinya. Allea melambaikan tangan kepada nelayan-nelayan yang dikenalnya.

Sebuah rumah kerang yang dibawa lidah ombak dan terdampar di tepi basah pasir menarik perhatiannya. Ia melangkah mendekat dan mengambil rumah kerang sebesar genggaman tangannya itu lalu mengelap dan mengeringkannya dengan ujung bajunya. Sambil kembali duduk di tempatnya semula, ia meniup kerang itu untuk membersihkan butir-butir pasir yang masih menempel padanya.

“Di dalam rumah kerang terdapat suara laut, suara yang telah diabadikan selama kehidupannya di kedalaman samudera.” Tiba-tiba terdengar suara seseorang. Allea menoleh. Ia melihat seorang lelaki yang entah darimana datangnya tiba-tiba telah duduk di sampingnya. “Dekatkan rumah kerang itu di telingamu, maka kau akan mendengarnya. Kau juga akan mendengar suara lonceng yang berdentang dari kedalaman samudera,” lanjut lelaki itu.

Seperti tersihir oleh kata-katanya, Allea mendekatkan rumah kerang itu ke telinganya. Perlahan dan samar ia mendengar getaran-getaran halus dari dalam rongga kerang itu. Ia tersenyum setengah tak percaya, lalu kembali ia mendengarkannya dengan lebih seksama. Allea mendengar desahan ombak yang pelan, getaran-getaran halus rumput laut yang bergoyang pelan seiring arus. Ia juga mendengar suara pelan dan lemah lonceng yang berdentang entah dari mana.

“Dahulu kala, ada sebuah kuil yang didirikan begitu dekat dengan laut. Sebegitu dekatnya, sehingga angin laut mampu menggoyangkan lonceng dan membunyikannya. Para nelayan menggunakan kuil itu untuk berdoa kepada dewa laut, meminta keselamatan dan keberuntungan dalam pelayaran. Bunyi lonceng dari kuil itu adalah pertanda apakah laut tengah ramah ataukah laut tengah marah. Seiring waktu, air laut semakin meninggi hingga ketika kuil itu mulai tergenang, para nelayan tidak lagi mengunjunginya, namun mereka masih menggunakan suara loncengnya sebagai pertanda. Air laut semakin naik menuju daratan sehingga beberapa ratus tahun lalu, kuil itu telah sepenuhnya tenggelam. Menurut cerita para nelayan tua, mereka masih mendengar suara lonceng yang sesekali berdentang dari kedalaman laut,” dongeng lelaki itu.

Allea tersenyum dan memandangi lelaki itu yang tengah memandang jauh ke cakrawala senja. Ia merasakan kehangatan yang tiba-tiba di sekujur tubuhnya, menyusup ke dalam hatinya.

“Apakah aku pernah melihatmu?” tanyanya sopan.
“Beberapa hari lalu, tapi mungkin kau tidak mengingatku.”
“Aku ingat. Kau lelaki yang waktu itu kulihat berdiri di bawah lampu jalan di depan rumahku ya?” Allea mengingatnya. Lelaki itu mengangguk dan tersenyum. “Apakah kau tinggal di sekitar sini?” tanyanya.
“Tidak. Aku berasal dari kota jauh telah menempuh perjalanan panjang sampai ke kota ini. Kupikir, di kota inilah pemberhentianku,” jawab lelaki itu.
“Apa yang kau lakukan di kota-kota itu, sepanjang perjalananmu? Sepertinya menyenangkan.”
“Mencari dan menceritakan dongeng.”
“Dongengkan aku sesuatu.”
“Pernahkah kau mendengar tentang negeri dua matahari?”
“Apakah negeri itu benar-benar ada?”
“Ada. Aku pernah singgah di sana.”
“Ceritaka kepadaku.”

Maka senja pun berlalu dalam kalimat demi kalimat yang keluar dari cerita lelaki itu. Allea mendengarkannya dengan senang hati. Ia membayangkan, senja-senja berikutnya ia akan bertemu kembali dengan lelaki itu dan mendengarkan dongeng-dongengnya. Mereka berpisah di depan pintu rumah Allea ketika malam mulai beranjak. Dari jendela kamarnya di lantai dua, Allea memandangi langkah lelaki itu yang bayangannya semakin memanjang dan menghilang di ujung jalan.

***

Cukup lama lelaki pendongeng berdiri mematung di bawah tiang lampu jalan setelah gadis senja menutup jendela kamarnya. Dari tempatnya berdiri ia bisa mencium bau laut. Tidak butuh waktu lama untuk memikirkan kemana ia akan melangkah selanjutnya. Dengan langkah pasti, ia mengikuti penciumannya menuju ke arah pantai. Dari kejauhan, suara ombak sayup terdengar di antara suara-suara dari deretan rumah di sepanjang jalan dan mobil-mobil yang sesekali melintas.

Ia tiba di pantai tepat ketika sebuah kapal nelayan kecil hendak melaut. Ia berseru memanggil para nelayan di kapal itu dan meminta agar mereka mengijinkannya ikut serta. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menjadi bagian dari nelayan-nelayan itu. Perjalanan-perjalanan yang telah dilaluinya dan pengalamannya bertemu dengan bermacam orang, telah memberinya pelajaran yang lebih dari cukup untuk dapat dengan mudah diterima oleh para nelayan itu. Untuk menghibur mereka, lelaki itu menceritakan dongeng-dongeng tentang laut. Ia bercerita tentang sekumpulan nelayan yang selamat dari amukan badai, namun ketika pulang ke rumah, mereka mendapati istri-istri mereka telah berubah menjadi sangat tua, padahal mereka merasa hanya meninggalkannya dalam semalam saja; cerita tentang seorang nakhoda yang berlayar ke tujuh samudera demi mencari mutiara langka untuk istrinya; dongeng tentang seorang bocah yang terlahir dengan insang di belakang telinganya, sehingga ayah bocah itu mengira bahwa istrinya telah berselingkuh dengan mahluk laut; dongeng tentang paus bermahkota yang barang siapa mampu mengambil mahkota itu akan menjadi penguasa samudera.

Mereka merapat di dermaga keesokan paginya dengan membawa tangkapan yang cukup banyak. Lelaki pendongeng dipersilahkan menginap di rumah salah satu keluarga nelayan. Mereka menerima lelaki itu dengan senang hati dan mempersilahkannya menempati sebuah ruangan kecil yang biasanya dipakai untuk menyimpan peralatan melaut. Di ruangan itu ia berbaring beralaskan tikar jerami sambil terus membayangkan tentang gadis senja yang baru saja ditemuinya. Ia telah memutuskan untuk tinggal di perkampungan nelayan itu yang letaknya cukup dekat dengan rumah gadis senja. Dari orang-orang di keluarga itu, lelaki pendongeng mengetahui lebih banyak tentang gadis senja.

***

Senja berikutnya Allea kembali ke pantai. Kali ini ia melihat lelaki itu berada di antara para nelayan yang tengah mempersiapkan kapalnya untuk melaut. Lelaki itu tidak menyadari keberadaan Allea karena pikirannya tertuju pada persiapan peralatan dan perbekalan. Setelah beberapa saat, barulah ia menyadari Allea tengah duduk begitu saja di atas pasir memperhatikan mereka kesibukannya dan para nelayan yang lain. Lelaki itu melangkah mendekati Allea dan duduk di sampingnya.

“Mereka mengatakan kalau namamu adalah Allea,” kata lelaki itu. Allea mengangguk sembari tersenyum.
“Mereka juga mengatakan, ayahmu lah pemilik sebagian besar kapal nelayan di tempat ini,” kata lelaki itu lagi.
“Apakah itu penting?” Allea balik bertanya.
“Aku tidak tahu.”
“Ada dongeng apa senja ini?”
“Dongeng tentang lelaki pendongeng dan gadis senja.”
“Ceritakan kepadaku.”
“Bertahun-tahun lelaki pendongeng berjalan dari kota ke kota, singgah di banyak tempat, bertemu dengan bermacam orang, namun tak pernah sekalipun terbersit keinginan untuk tinggal di salah satunya dan hidup bersama orang-orang baik hati yang ia temui. Namun pada suatu senja yang remang, ketika ia tengah berdiri sejenak di bawah lampu jalan yang mulai menyala dan matanya tak sengaja menangkap sosok seorang gadis yang tengah menikmati sisa cahaya lembayung dari jendela kamarnya, mendadak ia merasa bahwa perjalanannya telah sampai di kota terakhir tempat ia akan menghabiskan sisa hidupnya, karena ia telah bertemu dengan gadis senja yang selalu muncul di mimpi-mimpinya.” Lelaki itu mulai bercerita.

“Apakah kau lelaki pendongeng itu? Apakah memang benar kau adalah lelaki pendongeng yang sering dikabarkan oleh orang-orang itu? Aku sungguh beruntung bisa bertemu dan berkawan denganmu.” Wajah Allea berseri.
“Apakah itu penting?” lelaki itu balik bertanya.
“Aku tidak tahu.”
“Aku bukan lelaki pendongeng. Aku seorang nelayan. Kau lihat sendiri kan, kau menemuiku di tengah para nelayan ini, bukan di tengah kerumunan anak-anak yang tengah mendengarkan dongeng?” gurau lelaki itu.
“Jangan bergurau. Aku juga bukan gadis senja.” Lalu keduanya tertawa.

***

Tidak butuh waktu lama bagi semua orang di tempat itu untuk tahu tentang kedekatan Allea dengan lelaki pendongeng. Keduanya sering terlihat di waktu senja, berjalan bersisian menyusuri tepian pantai. Kadang lelaki pendongeng terlihat di tengah kerumunan bocah-bocah nelayan yang khidmat mendengarkan dongengnya, sementara Allea duduk tak jauh dari kerumunan, ikut mendengarkan. Tak jarang, di waktu malam, keduanya terlihat di atas sebuah sampan kecil yang terapung pelan di perairan teluk yang berair tenang, di bawah taburan bintang.

“Ikut denganku, akan aku tunjukkan sesuatu.” Lelaki pendongeng menggenggam lengan Allea dan menuntunnya untuk mengikuti langkahnya. Mereka masuk ke kawasan hutan, melangkah di antara pohon-pohon bakau yang lebat, lalu mendaki bukit karang yang cukup tinggi. Langkah mereka seolah semakin menjauhi pantai. Atap hutan semakin rimbun dan pilar-pilarnya semakin merapat. Lalu sampailah mereka di sebuah bukaan hutan di atas bukit. Jauh di bawah, garis putih pantai dengan ombak-ombaknya yang berkejaran terlihat lebih indah. Sebatas mata memandang, hamparan biru laut dan garis cakrawala. Riuh suara camar meningkahi desah desau ombak.

“Aku telah hidup lama di tempat ini, namun aku tidak pernah menemukan tempat di mana aku bisa melihat laut seindah aku melihatnya dari tempat ini,” ucap Allea bahagia. Ia memandang jauh ke bentang samudera di depannya. Angin laut menerbangkan helaian rambutnya. “Terima kasih,” ucapnya lirih. Setitik air mata meluncur dari sudut matanya.

“Besok aku akan pergi jauh. Lebih jauh dari kota terjauh di negeri ini. Ayahku menyuruhku untuk belajar di negeri seberang. Entah kapan aku akan kembali. Entah apakah kita bisa bersama lagi seperti ini.” Allea terisak. Lelaki pendongeng menyusupkan kedua lengannya dari belakang tubuh Allea dan memeluknya erat.

“Maka aku akan menunggumu di tempat ini. Atau aku akan menyusulmu suatu saat nanti. Ingatlah, aku adalah lelaki pendongeng yang berjalan dari kota ke kota. Suatu saat aku akan sampai di kota manapun tempatmu akan berada,” ucap lelaki pendongeng menenangkan.
“Maukah kau menceritakan satu dongeng terakhir untukku?”
“Dongeng tentang lelaki pendongeng dan gadis senja.”
“Ceritakan kepadaku.”
“Bertahun-tahun lelaki pendongeng berjalan dari kota ke kota, dari satu negeri ke negeri lain, singgah di banyak tempat, bertemu dengan bermacam orang, namun tak pernah sekalipun terbersit keinginan untuk tinggal di salah satunya dan hidup bersama orang-orang baik hati yang ia temui. Karena ia tahu, seindah apapun tempat yang telah dan akan disinggahinya, sebaik apapun orang-orang yang pernah dan akan ditemuinya, semuanya tak akan pernah berarti sampai ia tiba di kota di mana gadis senja berada dan hidup bersamanya.”
“Jangan bergurau, aku bukan gadis senja,” canda Allea.
“Dan aku bukan lelaki pendongeng,” balas lelaki itu.
“Apakah itu penting?” keduanya berucap hampir bersamaan. Lalu mereka tertawa.

Di kejauhan, gegaris buih berkejaran menuju tepian.

Jatinangor, 13032010

Adi Toha, lahir di Pekalongan, 22 September 1982, bergiat di Rumah Baca Jalapustaka, Pekalongan.

Pencinta Wanita

Sang Hama. Dia menyebutnya Sang Hama. Hama berarti perusak, pengganggu. Karena baginya nya adalah pengganggu dan perusak rumah tangganya, maka disebutnyalah dia sang Hama.

Usia pernikahan mereka baru menjelang tahun kedua. Belum dikarunia anak, karena sang perempuan masih ingin berkarir dan menunda untuk memiliki anak. Baginya mempunyai anak di puncak karir hanya akan mengganggu konsentrasi dan mengurangi keprofesianalannya.

Awalnya semuanya terasa indah dan sesuai rencana. Hari- hari indah dilalui dengan penuh kehangatan dan cinta. Di sela-sela kesibukan dengan pekerjaan masing-masing, masih selalu saling telpon, berbalas sms dan bahkan kadang menyempatkan untuk makan siang bersama. Dan setiap akhir minggu adalah bulan madu buat mereka. Sering mereka berlibur ke luar kota, hanya untuk sekedar mencari suasana baru untuk bercinta. Indahnya dunia. Aurel dan Rangga suaminya bagaikan dua pasang anak manusia yang tak terpisahkan oleh apapun.

Tapi itu ternyata tidak berlangsung lama. Memasuki tahun kedua pernikahan, pelan-pelan yang indah-indah berubah hampa. Suami tercinta sudah tak pernah lagi menelpon di sela jam kerja, sering tidak membalas sms dan bahkan kerap tidak menerima telpon dari Aurel. Akhir minggu yang biasanya dihabiskan berdua kini hanya tinggal malam-malam sunyi bagi Aurel. Rangga lebih sering keluar kota untuk urusan pekerjaan. Entahlah, entah kenapa semuanya begitu cepat berubah.

Perubahan yang begitu tiba-tiba pasti ada penyebabnya. Aurel mulai curiga. Segala tingkah laku Rangga mulai diperhatikannya. Aurel yakin Rangga sudah terpikat perempuan lain. Hingga suatu malam, tanpa sengaja Aurel membaca beberapa sms mesra di handphone Rangga yang waktu itu sedang mandi. Hati Rangga telah direbut oleh orang lain. Aurel meradang,, marah tapi Rangga tidak mau mengaku begitu saja.

“Kamu lebih percaya suamimu atau orang lain? Apa kamu punya bukti kalau aku punya perempuan lain?” Rangga marah besar ketika Aurel menyampaikan kemarahannya.
“Tapi kenapa akhir-akhir ini kamu berubah?”
“Aku capek, Rel. Kamu tahu kan pekerjaan di kantor sedang banyak-banyaknya!”
“Tapi masa kamu tidak punya waktu untuk aku?”
“Memangnya kamu punya waktu untuk suamimu? Kamu lebih mementingkan karirmu daripada apapun. Harusnya kamu nggak perlu bekerja, aku masih cukup mampu untuk membiayai semua kebutuhan kita!”
“Lho..kenapa kamu jadi menyalahkan aku! Kamu yang selingkuh tapi kenapa aku yang sekarang kamu ceramahi!”
`”Dengar, Aurel! Aku tidak selingkuh dengan siapapun!”
“Mana ada maling yang ngaku! Lalu ini sms dari siapa? Ini sms menjijikkan dari siapa?” teriak Aurel penuh amarah.
“Sudahlah! Aku capek mendengarkan kamu!” Rangga merenggut handphone nya dari tangan Aurel lalu pergi begitu saja.
Aurel menangis, Aurel kecewa. Lalu datanglah dia ke apartemenku. Seperti biasa, untuk menumpahkan semua duka lara di hatinya.

Aku mengenal Aurel sejak masih duduk di bangku kuliah. Waktu itu ada seorang teman yang mengenalkannya padaku. Sejak saat itu kami mulai akrab dan jadi teman dekat. Dan kebetulan sekali juga, aku dan Aurel bekerja di tempat yang sama. Di sebuah perusahaan telekomunikasi. Tapi Aurel jauh lebih beruntung dibanding aku. Di usianya yang masih duapuluh delapan tahun, Aurel sudah memegang jabatan penting di perusahaan tempat kami bekerja. Dan lagi, Aurel sudah menikah dan mempunyai suami tampan dan mapan –walaupun akhir-akhir ini dicurigai selingkuh. Tidak seperti aku yang masih sendiri dan hanya sebagai staf biasa saja. Aurel bertemu dengan Rangga sekita tiga tahun yang lalu di pesta pernikahan seorang teman kantor. Tak sampai setahun berpacaran,Aurel dan Rangga memutuskan untuk menikah. Dan menikahlah mereka tepat di saat hatiku patah dan hancur karena ditinggalkan orang yang sangat aku cintai.

Selama ini, Rangga tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia adalah seorang playboy yang senang mempermainkan wanita. Rangga memang ramah, tapi sikapnya terkesan dingin kepada perempuan yang mencoba mendekatinya.

“Aku kurang apa sih, Ta? Aku kurang apa sampai Rangga bisa berpaling pada perempuan lain? Perempuan itu memang kurang ajar! Dasar hama! Harusnya dia nggak merusak rumah tangga orang lain!” Aurel menangis sejadinya di pelukanku.
“Sabar, Rel! Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Mungkin tadi Rangga sedang capek dan emosi.” Aku mencoba menenangkan Aurel.
“Tapi Rangga selingkuh, Ta. Aku baca sms mesra itu di handphone Rangga. Sms menjijikkan! Bayangkan! Mereka bermesra-mesraan lewat sms. Pantesan dia sudah tidak perduli lagi sama aku. Ternyata dia sudah punya perempuan lain!”
“Kamu bisa ngomong baik-baik dengan Rangga. Kalian harus selesaikan masalah ini dengan kepala dingin!”
“Untuk apa? Semuanya sudah jelas! Rangga sudah jelas-jelas selingkuh dengan perempuan lain. Aku nggak nyangka kalau Rangga yang selama ini aku kenal sangat baik dan dari keluarga baik-baik ternyata sama saja dengan laki-laki lain. Buaya! Bangsat!”
“Tapi kamu harus mempertahankan rumah tanggamu, Rel!”
“Untuk apa? Untuk diselingkuhi dan untuk dibohongi? Aku akan segera mengurus perceraianku dengan dia. Untuk apa punya suami kalau hatinya milik orang lain. Lebih baik aku sendiri!” tatapan Aurel menerawang keluar dari jendela apartemenku. Matanya masih basah oleh airmata. Mata yang beberapa bulan yang lalu masih berbinar ceria. Mata yang penuh dengan harapan dan cinta. Kini hanya berhias dendam dan luka.

Tadinya Aurel memang nyaris sempurna. Dia perempuan yang sangat cantik dan pintar. Keluarganya keluarga baik-baik dan penuh dengan kehangatan cinta. Suaminya tampan mapan dan sangat mencintainya. Tapi kini Aurel hanyalah seorang perempuan yang terluka. Terluka karena sebuah penghianatan.Terluka karena kehadiran sang hama, terluka karena hati Rangga telah direbut perempuan lain. Perempuan lain? Andai saja Aurel tahu, kalau hati Rangga tak pernah terpikat perempuan manapun.

Sepintas, aku memang seperti sahabat yang sangat baik buat Aurel. Seorang sahabat yang telah dikenal Aurel sejak delapan tahun yang lalu, yang sudah tahu banyak tentang siapa Aurel. Tapi taukah Aurel siapa aku? Selain aku anak tunggal dan orangtuaku berpisah sejak aku SMA, tak banyak yang diketahui Aurel tentang aku. Aku lebih banyak mendengarkan daripada bercerita kepada Aurel. Hingga banyak yang aku tahu dan harusnya Aurel juga tahu, tapi dia tidak tahu.

Dan Rangga. Aurel tidak banyak tahu tentang Rangga, selain Rangga adalah cowok baik, mapan dan tampan dan dari keluarga terkemuka di kota ini. Aurel tidak pernah tahu, bahwa Rangga pernah menghancurkan hatiku. Dunia ini memang sangat sempit. Aku baru tahu kalau Rey – kekasihku dulu adalah kekasih Rangga ketika memergoki mereka sedang bermesraan di apartemen Rey. Waktu itu hanya beberapa hari sebelum pernikahan Aurel dan Rangga. Rangga mengancamku untuk tutup mulut. Rey meninggalkanku dan mengaku tak pernah mencintaiku. Aku pun terluka, kecewa, aku benci laki-laki!

Hama yang disangka Aurel adalah seorang perempuan tak lain adalah Rey. Aku tahu Rey baru saja kembali dari Australia. Dan sejak kepulangannya itulah, rumah tangga Aurel mulai terserang hama.
Entah bagaimana nanti sikap dan reaksi Aurel jika dia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku tidak perduli lagi dengan Rey dan Rangga. Apalagi dengan keutuhan rumah tangga Aurel dan Rangga. Malah aku lebih senang begini terus, jadi Aurel lebih sering datang dan menginap di apartemenku.
Aku tidak suka sendirian. Kesunyian seperti pembunuh bagiku. Malam-malam sepi yang kulalui bagaikan hantu yang mengusik jiwaku. Aku senang jika Aurel ada. Aku tenang jika dia ada disampingku.

Malam sudah beranjak jauh. Aurel yang kelelahan sudah terlelap di pangkuanku. Kupandangi wajah cantik itu, sisa airmata masih terlihat di sudut matanya. Kuseka dengan tisu. Lalu kubopong tubuh mungilnya menuju kamar. Kurebahkan di tempat tidurku, kubuka pakaiannya satu persatu dan kuganti dengan daster tipis milikku. Aurel tak pernah terbangun, selalu begitu. Dia sangat kelelahan.

Setelah mengganti pakaian Aurel, akupun mematikan lampu kamar dan naik ke tempat tidur. Kukecup lembut kening dan bibir Aurel, lalu aku berbaring di sampingnya. Kupeluk dan kucium wangi tubuhnya hingga aku tertidur. Sungguh, aku sangat mencintainya!***

Kiamat 21 Desember 2012, Fenomena Planet X dan Planet Nibiru

Januari 13th, 2009 Tagged 21 12 2012, 21 desember 2012, 21122012, hari kiamat, Informasi, kiamat, kiamat 2012, planet nibiru, planet x
Bagian luar Tata Surya masih memiliki banyak planet-planet minor yang belum ditemukan. Sejak pencarian Planet X dimulai pada awal abad ke 20, kemungkinan akan adanya planet hipotetis yang mengorbit Matahari di balik Sabuk Kuiper telah membakar teori-teori Kiamat dan spekulasi bahwa Planet X sebenarnya merupakan saudara Matahari kita yang telah lama “hilang”. Tetapi, mengapa kita harus cemas duluan akan Planet X/Teori Kiamat ini? Planet X kan tidak lain hanya merupakan obyek hipotetis yang tidak diketahui?
Teori-teori ini didorong pula dengan adanya ramalan suku Maya akan kiamat dunia pada tahun 2012 (Mayan Prophecy) dan cerita mistis Bangsa Sumeria tentang Planet Nibiru, dan akhirnya kini memanas sebagai “ramalan kiamat” 21 Desember 2012. Namun, bukti-bukti astronomis yang digunakan untuk teori-teori ini benar-benar melenceng.
Pada 18 Juni kemarin, peneliti-peneliti Jepang mengumumkan berita bahwa pencarian teoretis mereka untuk sebuah massa besar di luar Tata Surya kita telah membuahkan hasil. Dari perhitungan mereka, mungkin saja terdapat sebuah planet yang sedikit lebih besar daripada sebuah objek Plutoid atau planet kerdil, tetapi tentu lebih kecil dari Bumi, yang mengorbit Matahari dengan jarak lebih dari 100 SA. Tetapi, sebelum kita terhanyut pada penemuan ini, planet ini bukan Nibiru, dan bukan pula bukti akan berakhirnya dunia ini pada 2012. Penemuan ini adalah penemuan baru dan merupakan perkembangan yang sangat menarik dalam pencarian planet-planet minor di balik Sabuk Kuiper.
Dalam simulasi teoretis, dua orang peneliti Jepang telah menyimpulkan bahwa bagian paling luar dari Tata Surya kita mungkin mengandung planet yang belum ditemukan. Patryk Lykawa dan Tadashi Mukai dari Universitas Kobe telah mempublikasikan paper mereka dalam Astrophysical Journal. Paper mereka menjelaskan tentang planet minor yang mereka yakini berinteraksi dengan Sabuk Kuiper yang misterius itu.
Kuiper Belt Objects (KBOs)
Sedna, salah satu objek di Sabuk Kuipert. Kredit : NASA
Sabuk Kuiper menempati wilayah yang sangat luas di Tata Surya kita, kira-kira 30-50 SA dari Matahari, dan mengandung sejumlah besar objek-objek batuan dan metalik. Objek terbesar yang diketahui adalah planet kerdil (Plutoid) Eris. Telah lama diketahui, Sabuk Kuiper memiliki karakteristik yang aneh, yang mungkin menandakan keberadaan sebuah benda (planet) besar yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper. Salah satu karakterikstik tersebut adalah yang disebut dengan “Kuiper Cliff” atau Jurang Kuiper yang terdapat pada jarak 50 SA. Ini merupakan akhir dari Sabuk Kuiper yang tiba-tiba, dan sangat sedikit objek Sabuk Kuiper yang telah dapat diamati di balik titik ini. Jurang ini tidak dapat dihubungkan terhadap resonansi orbital dengan planet-planet masif seperti Neptunus, dan tampaknya tidak terjadi kesalahan (error) pengamatan. Banyak ahli astronomi percaya bahwa akhir yang tiba-tiba dalam populasi Sabuk Kuiper tersebut dapat disebabkan oleh planet yang belum ditemukan, yang mungkin sebesar Bumi. Objek inilah yang diyakini Lykawka dan Mukai, dan telah mereka perhitungkan keberadaannya.
Para peneliti Jepang ini memprediksikan sebuah objek besar, yang massanya 30-70 % massa Bumi, mengorbit Matahari pada jarak 100-200 SA. Objek ini mungkin juga dapat membantu menjelaskan mengapa sebagian objek Sabuk Kuiper dan objek Trans-Neptunian (TNO) memiliki beberapa karakteristik orbital yang aneh, contohnya Sedna.
Objek-objek trans Neptunian. Kredit : NASA
Sejak ditemukannya Pluto pada tahun 1930, para astronom telah mencari objek lain yang lebih masif, yang dapat menjelaskan gangguan orbital yang diamati pada orbit Neptunus dan Uranus. Pencarian ini dikenal sebagai “Pencarian Planet X”, yang diartikan secara harfiah sebagai “pencarian planet yang belum teridentifikasi”. Pada tahun 1980an gangguan orbital ini dianggap sebagai kesalahan (error) pengamatan. Oleh karena itu, pencarian ilmiah akan Planet X dewasa ini adalah pencarian untuk objek Sabuk Kuiper yang besar, atau pencarian planet minor. Meskipun Planet X mungkin tidak akan sebesar massa Bumi, para peneliti masih akan tetap tertarik untuk mencari objek-objek Kuiper lain, yang mungkin seukuran Plutoid, mungkin juga sedikit lebih besar, tetapi tidak terlalu besar.
“The interesting thing for me is the suggestion of the kinds of very interesting objects that may yet await discovery in the outer solar system. We are still scratching the edges of that region of the solar system, and I expect many surprises await us with the future deeper surveys.” - Mark Sykes, Direktur Planetary Science Institute (PSI) di Arizona.
Planet X Tidaklah Menakutkan
Jadi, dari mana Nibiru ini berasal? Pada tahun 1976, sebuah buku kontroversial berjudul The Twelfth Planet atau Planet Kedua belas ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno). Tulisan berumur 6.000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien yang dikenal sebagai Anunnaki dari planet yang disebut Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo sapiens sebagai budak mereka.
Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detail jika mengingat semua ini merupakan terjemahan harfiah dari suatu tulisan kuno berusia 6.000 tahun. Pekerjaan Sitchin ini telah diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian, banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam mengelilingi Matahari) akan kembali, mungkin pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan terror-teror di Bumi ini. Dari “penemuan” astronomis yang meragukan inilah hipotesis Kiamat 2012 Planet X didasarkan. Lalu, bagaimanakah Planet X dianggap sebagai perwujudan dari Nibiru?
Kemudian terdapat juga “penemuan katai coklat di luar Tata Surya kita” dari IRAS pada tahun 1984 dan “pengumuman NASA akan planet bermassa 4-8 massa Bumi yang sedang menuju Bumi” pada tahun 1933. Para pendukung hipotesis kiamat ini bergantung pada penemuan astronomis tersebut, sebagai bukti bahwa Nibiru sebenarnya adalah Planet X yang telah lama dicari para astronom selama abad ini. Tidak hanya itu, dengan memanipulasi fakta-fakta tentang penelitian-penelitian ilmiah, mereka “membuktikan” bahwa Nibiru sedang menuju kita (Bumi), dan pada tahun 2012, benda masif ini akan memasuki bagian dalam Tata Surya kita, menyebabkan gangguan gravitasi.
Dalam pendefinisian yang paling murni, Planet X adalah planet yang belum diketahui, yang mungkin secara teoretis mengorbit Matahari jauh di balik Sabuk Kuiper. Jika penemuan beberapa hari lalu memang akhirnya mengarah pada pengamatan sebuah planet atau Plutoid, maka hal ini akan menjadi penemuan luar biasa yang membantu kita memahami evolusi dan karakteristik misterius bagian luar Tata Surya kita.
Sumber : http://langitselatan.com/2008/06/24/planet-x-pada-kiamat-2012-bukan-planet-nibiru/

Kamis, 25 Februari 2010

rekan kerja


ini adalah rekan - rekan kerja dari salah satu SMUN favorit di jogjakarta ,, kelihatannya formal tapi nyatanya santai apalagi masalah perut lapar ,, hem

''goes'' cervello


apakah anda menyukai gambar ini..
bukan karena siapa pengendara nya melainkan hobi ... ya
memang hobi merupakan kesenangan yang tidak bisa dibeli dengan uang tapi dengan kepuasan serta kebahagiaan hati pemiliknya.

club ''goes'' to ancol


beginilah jiwa-jiwa muda yg bersemayam dalam tubuh tua. semakin tua semakin menjadi muda. tak pernah merasa lelah atau capek. kebersamaan yg tercipta karena kesamaan hobi olahraga. sudah tentu bikin tubuh kita sehat dan bugar.

Rabu, 24 Februari 2010

PPKM Akta IV FIP UNY '08


saat-saat seperti ini tidak akan terjadi setiap waktu ... kenangan yang baik tentu akan berlanjut menjadi persahabatan dan persaudaraan .. walau terpisahkan jarak tak akan mampu memutuskan tali silaturahmi. foto berkumpul bersama didepan tugu UNY

sahabatku


dua orang inilah sahabatku ..

CERVELLO


sepeda ini adalah sepeda juara para pembalap dunia ...
bentuknya yang aerodinamis, dengan rangka full carbonite ..
semua orang pasti akan terpana melihatnya

hobi Q


inilah salah satu hobi Q
olahraga ini murah meriah
bisa menambah teman juga kawan
namun terkadang memberatkan juga ..
kalo datang cuma numpang makan doang
dengan ber GOES 40 km PP dijamin badan sehat!!!!

keluarga baru


inilah lingkungan baru .. yang belum lama aku kenal
tapi sekarang sudah seperti keluarga
kini mereka sudah menjadi keluarga .. diluar keluarga ..